Terlanjur Berharap

Terdengar berlebihan, namun sepenggalan fakta memang bicara banyak dari lisan yang berujar. Sebenarnya hatiku geli membahas ini, namun jari-jariku lihai menari di atas tuts keyboard. Kali ini entah mengapa topik ini menjadi menarik.
Sesungguhnya, aku merasa takut akan semua harapku. Yang mungkin saja tak berakhir sebagaimana semestinya.
Kadang luka membuatmu jadi puitis dan pandai menulis. Aku terluka hari ini? Iya. Benar. Namun sebab apa yang membuatku seperti ini, tak pula penting sekarang. Manusia memang begitu, perasaannya sering tak menentu, mood-nya fluktuatif, semudah itu terbolak-balik.

Sesungguhnya, aku merasa takut akan semua harapku.
Yang mungkin saja tak berakhir sebagaimana semestinya.

Namun, salahkah aku bila mengahrapkanmu tersenyum di sampingku kelak?

Bila kita tak pernah ditakdirkan bersama, mengapa bayangmu terus saja menghantui setiap mimpiku di malam hari.
Bila kita tak pernah ditakdirkan untuk bertemu, mengapa seakan kita selalu berada di momen yang sama.

Semuanya seakan terasa berat karena rupanya aku tak bisa menghindar

Aku takut bila harapku ini hanya akan menjadi sebuah kenangan.
Yang tak akan pernah sanggup kubuka kembali.

Kini ku hanya bisa berharap setidaknya senyum ini tak akan berakhir luka, bahwa do’aku selama ini akan sampai kepada alamatnya.

Rasa dalam benakku sudah tercampur aduk penuh dengan berbagai perasaan. Aku tak sanggup lagi menggambarkannya.

Bilakah  memang cinta ini Engkau takdirkan untukku, maka izinkanlah aku dapat  bertemu dan memeluknya, melepas semua rindu yang telah lama ku pendam  sendirian.

Iklan Atas

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah

loading...